Dalam sebuah peperangan,sebuah pasukan dipukul mundur. Mereka kalah telak. Di barak persembunyian,sang Kapten mengumpulkan semua serdadu yang tersisa. Tiba-tiba seorang prajurit muda belia berdiri memberi hormat. Dia berkata: "Kapten,mohon izin untuk kembali. Teman saya tidak ada. Ia pasti tertinggal di hutan." Dengan serta merta sang Kapten menolak memberi izin, "Saya tidak mau kamu mempertaruhkan hidupmu. Kemungkinan besar temanmu itu sudah mati." Tapi dengan diam-diam tanpa sepengetahuan sang Kapten,si prajurit menyelinap pergi. Dua jam kemudian dia kembali dalam keadaan luka parah membopong jasad temannya. Melihat itu meledaklah amarah sang Kapten. "Sudah saya katakan akan percuma untuk pergi mencarinya. Lihatlah,dia sudah mati kan? Dan coba lihat kamu sendiri terluka parah. Sekarang saya kehilangan kalian berdua. Apa tidak percuma kamu pergi mempertaruhkan nyawamu dan kembali hanya membawa jenazahnya?" Si prajurit yang sekarat itu berkata: "Tidak percuma,Kapten. Ketika saya datang,temanku ini masih hidup. Dan sebelum dia meninggal,dia sempat berkata sambil tersenyum kepada saya: Terima kasih sahabat,saya sangat yakin kamu akan datang mencari saya."
Dalam pergaulan kita sehari-hari. Di tengah keluarga,lingkungan kampus atau sekolah atau gereja. Betapa sering kita menemukan orang yang terluka. Dikecewakan dan akhirnya mundur. Atau orang berbuat kesalahan dan merasa dirinya tidak layak. Menarik diri dari pergaulan. Karena tidak tahan berhadapan dengan gunjingan atau sorotan penuh penghakiman dari orang di sekitarnya. Dalam banyak kesaksian,kita sering menemukan bahwa ternyata ada saja para begajulan,mereka yang sekarang ada di balik terali besi menjalani hukuman,ternyata dulunya adalah orang yang begitu taat beragama. Tidak sedikit aktivis gereja yang tadinya begitu penuh nyala api semangat melayani,lalu mundur dan menjauh dari pergaulan gereja karena akar pahit. Dan hidupnya dilingkupi amarah yang tak berkeputusan. Atau mereka yang secara tragis mengambil keputusan/jalan pintas untuk mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri,minum obat-obatan atau memakai narkoba sampai akhirnya overdosis. :'( Padahal mestinya masih bisa berbuat banyak dalam hidupnya. Mereka yang terjebak di dalam rumah pelacuran karena putus asa dalam masalah ekonomi. Mereka yang sifat baiknya perlahan tertelan luka dalam kekecewaan. Kita lihat contoh ketika dalam amarah dan kecemburuan Kain menghilangkan Habel, Allah bertanya kepadanya, "Dimana habel adikmu itu?" (dalam Kejadian 4:9). Ketika Kain berlagak tidak peduli,seolah-olah itu bukan urusannya,Allah tidak tinggal diam. Dia menuntut pertanggungjawaban kain terhadap hilangnya Habel. Saat ini tidak sedikit "HABEL-HABEL" ada di sekitar kita. Orang yang terhilang dan terluka. Lalu apa sikap kita sebagai orang Kristen terhadap mereka? Adakah kita memiliki semangat yang berkobar untuk mencari mereka? Paling tidak mengingat bahwa mereka ada?? atau kita memilih sikap sama seperti Kain yang menganggap itu bukan urusan kita? ataupun slama ini kita sibuk mencari jiwa-jiwa baru dan melupakan yang terhilang?? Tidak bisa disangkali sikap Kain ini sering juga menjadi sikap kita. Tak acuh. Biarin aja,toh itu resiko yang harus dia tanggung. Dia harus menuai apa yang dia tabur. Sesekali dia harus diberi pelajaran supaya sadar akan kesalahannya. Ada dia atau tidak,toh hidup terus berjalan. Kan ada pendeta,ada majelis,ada gembala,itu kan tugas mereka. Apa begitu sikap kita selama ini? Kita lupa bahwa tugas orang percaya adalah MENCARI dan MENEMUKAN MEREKA YANG TERHILANG. Membalut yang terluka dan menjadi sahabat bagi yang sendirian. Dan bukan malah sebaliknya menjauhi mereka atau turut menghakimi mereka. Seolah-olah kesalahan mereka tak berampun. Kita lupa bahwa di mata Tuhan mereka sama berharganya dengan kita. Ketika kita tahu ada orang yang sudah lama tidak terlihat di gereja. Ketika kita tahu ada teman yang menjadi kecewa dan putus asa. Sudahkah kita bertindak untuk mereka? Menjadi sahabat di kala duka. Mengunjungi dan berbagi beban dengan mereka. Menelepon menanyakan kabar. Mengajak dan mendampingi mereka. Sudahkah kita tidak hanya fokus untuk mencari jiwa-jiwa baru tapi jiwa-jiwa yang lama juga? Bukankah ketika kita ada di posisi seperti mereka,akan sangat menyenangkan bila mengetahui kita tidak dibiarkan sendirian? Bahwa kita tetap di terima dan selalu punya "rumah" untuk kembali? Bahwa ada kelegaan ketika kita mengetahui ada orang yang mau berbagi kekecewaan dan luka batin kita? Tanggung jawab ada di pundak kita semua. Dan kepada kita sekalian Tuhan akan meminta pertanggungjawaban. Ketika suatu saat kelak ditanya kepada kita: "Dimana mereka yang terhilang?" semoga kita semua sudah punya jawabannya. Selamat mencari! :)