BAB I. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Viskositas merupakan karakteristik dari suatu zat cair yang
disebabkan karena adanya gesekan antara molekul –molekul zat cair dengan
gaya kohesi pada zat cair tersebut. Gesekan – gesekan inilah yang
menghambat aliran zat cair. Karakteristik ini penting pada proses
industri untuk menentukan standar kualitas maupun standar kerja produk.
Viskositas larutan polimer adalah η. Jenis – jenis viskositas
diantaranya viskositas relative, viskositas spesifik, viskositas
intrinsic, dan viskositas inheren. Viskositas yang paling bermanfaat dan
mudah dipakai karena bisa dengan berat molekul pada persamaan
Mark-Houwink adalah viskositas intrinsik.
Faktor – faktor yang mempengaruhi viskositas suatu zat cair antara
lain suhu, tekanan, konsentrasi larutan, dan berat molekul terlarut.
Selain faktor – faktor tersebut peneliti meneliti pengaruh perbedaan
pelarut pada selulosa untuk menentukan viskositas intrinsic dan nilai
konstanta viskometrinya berbasis studi literatur.
1.2.Rumusan Masalah
1) Pelarut apa yang mempunyai nilai viskositas intrinsic paling besar?
2) Pelarut apa yang mempunyai laju degradasi yang paling kecil?
1.3.Tujuan
1) Untuk mengetahui pelarut yang mempunyai nilai viskositas intrinsic paling besar.
2) Untuk mengetahui pelarut yang mempunyai laju degradasi yang paling kecil.
1.4.Manfaat
1) Dapat mengetahui pelarut yang mempunyai nilai viskositas intrinsic paling besar.
2) Dapat mengetahui pelarut yang mempunyai laju degradasi yang paling kecil.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Selulosa
Secara kimia, selulosa merupakan senyawa dengan bobot molekul tinggi,
strukturnya teratur, polimer linier dari unit ulang β-D-glukopiranosa.
Karakteristik selulosa antara lain muncul karena adanya struktur
kristalin dan amorf serta pembentukan mikro fibril dan fibril yang pada
akhirnya menjadi serat selulosa. Sifat selulosa sebagai polimer
tercermin dari bobot molekul rata-rata, polidispersitas dan konfigurasi
rantainya.
Struktur selulosa terdiri dari unsur C,O,H yang membentuk rumus molekul (C6H10O5)n, dengan ikatan molekulnya ikatan hydrogen yang sangat kuat.
Gugus fungsional dari rantai selulosa adalah gugus hidroksil.
Gugus –OH ini dapat berinteraksi satu sama lain dengan gugus –O, -N, dan
–S, membentuk ikatan hidrogen. Ikatan –H juga terjadi antara gugus –OH
selulosa dengan air. Gugus-OH selulosa menyebabkan permukaan selulosa
menjadi hidrofilik. Rantai selulosa memiliki gugus-H di kedua ujungnya.
Ujung –C1 memiliki sifat pereduksi. Struktur rantai selulosa distabilkan
oleh ikatan hidrogen yang kuat disepanjang rantai. Di dalam selulosa
alami dari tanaman, rantai selulosa diikat bersama-sama membentuk
mikrofibril yang sangat terkristal (highly crystalline) dimana setiap
rantai selulosa diikat bersama-sama dengan ikatan hydrogen(Anonim,
2012).
2.2. Viskositas
Viskositas adalah ukuran yang menyatakan kekentalan suatu cairan atau
fluida. Kekentalan merupakan sifat cairan yang berhubungan erat dengan
hambatan untuk mengalir. Viskositas cairan akan menimbulkan gesekan
antar bagian atau lapisan cairan yang bergerak satu terhadap yang lain.
Hambatan atau gesekan yang terjadi ditimbulkan oleh gaya kohesi di dalam
zat cair (Yazid, 2005).
Faktor – faktor yang mempengaruhi viskositas sebagai berikut (Bird, 1987) :
1) Tekanan
Viskositas cairan naik dengan naiknya tekanan, sedangkan viskositas gas tidak dipengaruhi oleh tekanan.
2) Temperatur
Viskositas akan turun dengan naiknya suhu, sedangakan viskositas akan
naik dengan turunnya suhu. Pemanasan zat cair menyebabkan molekul –
molekulnya memperoleh energi. Molekul – molekul cairan bergerak sehingga
gaya interaksi antar molekul melemah. Dengan demikian viskositas cairan
akan turun dengan kenaikan tempertatur.
3) Adanya zat lain
Adanya bahan tambahan seperti bahan suspense meningkatkan viskositas air
4) Ukuran dan berat molekul
Viskositas naik dengan naiknya berat molekul.
5) Ikatan
Viskositas akan naik jika ikatan rangkap semakin banyak. Viskositas air naik dengan adanya ikatan hydrogen.
Jenis viskositas diantaranya viskositas relatif,viskositas spesifik,
viskositas intrinsik, dan viskositas inheren. Viskositas relatif
merupakan rasio viskositas larutan terhadap viskositas pelarut yang
proporsional dengan pendekatan pertama untuk larutan encer ke rasio
waktu aliranyang sesuai. Viskositas spesifik merupakan kenaikan fraksi
(bagian) dalam viskositas.Viskositas intrinsik dapat diperoleh dari
viskositas spesifik yang dibagi oleh kensentrasi dan ekstra polasi ke
nol. Viskositas inheren digunakan sebagai indikasi pendekatan dari bobot
molekul.Viskositas yang paling bermanfaat dan mudah dipakai karena bisa
dihubungkan ke berat molekul pada persamaan Mark-Houwink adalah
viskositas intrinsik (Steven 2001).
Ada beberapa macam viskometer untuk menentukan viskositas suatu zat
cair, yaitu viscometer Oswald, viscometer Hoppler dan viscometer cup
bob. Viscometer yang digunakan dalam penelitian ini adalah viscometer
Oswald. Metode Oswald ditentukan berdasarkan hukum Poiseuille
menggunakan alat viskosimeter Ostwald. Penetapannya dilakukan dengan
mengukur waktu yang diperlukan untuk mengalirnya cairan dalam pipa
kapiler dari x ke y. Cairan yang akan diukur viskositasnya dimasukkan
ke dalam viskosimeter yang diletakkan pada termostat. Cairan kemudian
dihisap dengan pompa ke dalam bola A sampai diatas tanda x. Cairan
dibiarkan mengalir ke bawah dan waktu yang diperlukan dan x ke y
dicatat (Yazid,Estein,2005).
Viskosimeter Ostwald terdiri dari bola dengan nilai batas atas (x)dan
(y), yang terkait dengan tabung kapiler B dan bola tempat cuplikan C.
Volume cairan awal dimasukkan ke dalam bola C, kemudian dihisap ke A dan
kemudian dilihat waktu alir dari cairan yang berada di antara x dan y.
Kemudian perlakukan diulang untuk cairan yang lain. Tekanan yang terjadi
selama mengalirnya cairan melalui kapiler B adalah sebanding dengan
hgp, dimana h adalah perbedaan tinggi diantara bola tempat mengalirnya
cairan. Sebagai nilai awal dan nilai akhir sama tiap kasus, dimana
bergatung pada tekanan dan juga densitas cairan.
Dimana t1 dan t2 adalah waktu alir (Glastone,Samuel,1959).
2.3. Viskositas Intrinsik
Bilamana bahan polimer bercampur dengan suatu pelarut (cairan
berbobot molekul rendah) terlebih dahulu akan terjadi peristiwa
penggembungan, dengan molekul pelarut yang terdispersi di antara rantai
polimer. Bila jumlah pelarut semakin besar, interaksi antar sesama
rantai polimer menjadi semakin lemah dan akhirnya lepas sama sekali
membentuk larutan polimer. Bobot molekul polimer dapat ditentukan dengan
cara pengamatan sifat fisik larutannya, seperti ultrasentrifugasi,
metode viskositas, dan teknik Kromatografi Permeasi Gel (GPC).
Salah satu karakteristik dari larutan polimer berbobot molekul tinggi
dibandingkan dengan pelarut murninya adalah kenaikan viskositas
larutannya oleh
pertambahan konsentrasi. Karena berat/ukurannya yang besar, molekul
polimer dalam larutan akan menurunkan mobilitas dan mempengaruhi sifat
aliran campuran yang sebanding dengan jumlah molekul terlarut. Karena
itu, pengamatan perubahan
viskositas ini dapat digunakan untuk menentukan bobot molekul polimer tersebut (Wirjosentono,B, 1995).
Viskositas intrinsik paling bermafaat dan mudah dipakai karena bisa
dihubungkan ke berat molekul oleh persamaan empiris Mark-Houwink,
K dan a adalah tetapan karakteristik polimer-pelarut pada suhu tertentu(Stevens,M.P,2001).
Viskositas dari suatu larutan kitosan diukur menggunakan viskometer. Viskositas spesifik dihitung dengan cara berikut :
η sp = viskositas spesifik (detik)
t = waktu yang diperlukan untuk mengalirnya larutan sampel (detik)
to = waktu yang diperlukan untuk mengalirnya larutan solvent (detik)
Dengan cara ini akan diperoleh viskositas spesifik, yang tidak
mempunyai satuan. Viskositas spesifik digunakan nilainya untuk penentuan
viskositas intrinsik dan berat molekul. Berat molekul selulosa
ditentukan berdasarkan viskositas intrinsik menurut persamaan
Mark-Houwink berikut ini :
[η] = viskositas intrinsik ( ml/g)
K = Konstanta untuk pelarut (ml/g)
a = konstanta
M = berat molekul
Viskositas intrinsic selulosa dapat ditentukan apabila nilai K dan a
untuk pelarut yang digunakan telah diketahui. Persamaan Mark-Houwink
dengan harga tetapan yang bersangkutan hanya berlaku untuk polimer
rantai lurus. Hubungan viskositas intrinsik dengan bobot molekul untuk
polimer cabang dan kopolimer memerlukan persamaan yang lebih rumit.
Percabangan pada rantai polimer akan menaikkan rapatan segmen dalam
gulungan, sehingga rantai ini mempunyai volume-hidrodinamis yang lebih
kecil. Akibatnya, mobilitas molekul rantai cabang akan lebih besar
(mempunyai viskositas intrinsik lebih kecil) dibanding dengan rantai
lurus berbobot molekul sama (Wirjosentono,B,1995).