Tuesday, 22 October 2013

VISKOSITAS

BAB I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Viskositas merupakan karakteristik dari suatu zat cair yang disebabkan karena adanya gesekan antara molekul –molekul zat cair dengan gaya kohesi pada zat cair tersebut. Gesekan – gesekan inilah yang menghambat aliran zat cair. Karakteristik ini penting pada proses industri untuk menentukan standar kualitas maupun standar kerja produk.
Viskositas larutan polimer adalah η. Jenis – jenis viskositas diantaranya viskositas relative, viskositas spesifik, viskositas intrinsic, dan viskositas inheren. Viskositas yang paling bermanfaat dan mudah dipakai karena bisa dengan berat molekul pada persamaan Mark-Houwink adalah viskositas intrinsik.
Faktor – faktor yang mempengaruhi viskositas suatu zat cair antara lain suhu, tekanan, konsentrasi larutan, dan berat molekul terlarut. Selain faktor – faktor tersebut peneliti meneliti pengaruh perbedaan pelarut pada selulosa untuk menentukan viskositas intrinsic dan nilai konstanta viskometrinya berbasis studi literatur.

1.2.Rumusan Masalah
1)      Pelarut apa yang mempunyai nilai viskositas intrinsic paling besar?
2)      Pelarut apa yang mempunyai laju degradasi yang paling kecil?

1.3.Tujuan
1)      Untuk mengetahui pelarut yang mempunyai nilai viskositas intrinsic paling besar.
2)      Untuk mengetahui pelarut yang mempunyai laju degradasi yang paling kecil.

1.4.Manfaat
1)      Dapat mengetahui pelarut yang mempunyai nilai viskositas intrinsic paling besar.
2)      Dapat mengetahui pelarut yang mempunyai laju degradasi yang paling kecil.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Selulosa
Secara kimia, selulosa merupakan senyawa dengan bobot molekul tinggi, strukturnya teratur, polimer linier dari unit ulang β-D-glukopiranosa. Karakteristik selulosa antara lain muncul karena adanya struktur kristalin dan amorf serta pembentukan mikro fibril dan fibril yang pada akhirnya menjadi serat selulosa. Sifat selulosa sebagai polimer tercermin dari bobot molekul rata-rata, polidispersitas dan konfigurasi rantainya.
Struktur selulosa terdiri dari unsur C,O,H yang membentuk rumus molekul (C6H10O5)n, dengan ikatan molekulnya ikatan hydrogen yang sangat kuat.
Gugus fungsional dari rantai selulosa adalah gugus hidroksil. Gugus –OH ini dapat berinteraksi satu sama lain dengan gugus –O, -N, dan –S, membentuk ikatan hidrogen. Ikatan –H juga terjadi antara gugus –OH selulosa dengan air. Gugus-OH selulosa menyebabkan permukaan selulosa menjadi hidrofilik. Rantai selulosa memiliki gugus-H di kedua ujungnya. Ujung –C1 memiliki sifat pereduksi. Struktur rantai selulosa distabilkan oleh ikatan hidrogen yang kuat disepanjang rantai. Di dalam selulosa alami dari tanaman, rantai selulosa diikat bersama-sama membentuk mikrofibril yang sangat terkristal (highly crystalline) dimana setiap rantai selulosa diikat bersama-sama dengan ikatan hydrogen(Anonim, 2012).

2.2. Viskositas
Viskositas adalah ukuran yang menyatakan kekentalan suatu cairan atau fluida. Kekentalan merupakan sifat cairan yang berhubungan erat dengan hambatan untuk mengalir. Viskositas cairan akan menimbulkan gesekan antar bagian atau lapisan cairan yang bergerak satu terhadap yang lain. Hambatan atau gesekan yang terjadi ditimbulkan oleh gaya kohesi di dalam zat cair (Yazid, 2005).
Faktor – faktor yang mempengaruhi viskositas sebagai berikut  (Bird, 1987) :
1)        Tekanan
Viskositas cairan naik dengan naiknya tekanan, sedangkan viskositas gas tidak dipengaruhi oleh tekanan.
2)        Temperatur
Viskositas akan turun dengan naiknya suhu, sedangakan viskositas akan naik dengan turunnya suhu. Pemanasan zat cair menyebabkan molekul – molekulnya memperoleh energi. Molekul – molekul cairan bergerak sehingga gaya interaksi antar molekul melemah. Dengan demikian viskositas cairan akan turun dengan kenaikan tempertatur.
3)        Adanya zat lain
Adanya bahan tambahan seperti bahan suspense meningkatkan viskositas air
4)        Ukuran dan berat molekul
Viskositas naik dengan naiknya berat molekul.
5)        Ikatan
Viskositas akan naik jika ikatan rangkap semakin banyak. Viskositas air naik dengan adanya ikatan hydrogen.
Jenis viskositas diantaranya viskositas relatif,viskositas spesifik, viskositas intrinsik, dan viskositas inheren. Viskositas relatif merupakan rasio viskositas larutan terhadap viskositas pelarut yang proporsional dengan pendekatan pertama untuk larutan encer ke rasio waktu aliranyang sesuai. Viskositas spesifik merupakan kenaikan fraksi (bagian) dalam viskositas.Viskositas intrinsik dapat diperoleh dari viskositas spesifik yang dibagi oleh kensentrasi dan ekstra polasi ke nol. Viskositas inheren digunakan sebagai indikasi pendekatan dari bobot molekul.Viskositas yang paling bermanfaat dan mudah dipakai karena bisa dihubungkan ke berat molekul pada persamaan Mark-Houwink adalah viskositas intrinsik (Steven 2001).
Ada beberapa macam viskometer untuk menentukan viskositas suatu zat cair, yaitu viscometer Oswald, viscometer Hoppler dan  viscometer cup bob. Viscometer yang digunakan dalam penelitian ini adalah viscometer Oswald. Metode Oswald ditentukan berdasarkan hukum Poiseuille menggunakan alat viskosimeter Ostwald. Penetapannya dilakukan dengan mengukur waktu yang diperlukan untuk mengalirnya cairan dalam pipa kapiler dari  x  ke  y. Cairan yang akan diukur viskositasnya dimasukkan ke dalam viskosimeter yang diletakkan pada termostat. Cairan kemudian dihisap dengan pompa ke dalam bola A sampai diatas tanda  x. Cairan dibiarkan mengalir ke  bawah dan waktu yang  diperlukan dan  x  ke  y  dicatat  (Yazid,Estein,2005).
Viskosimeter Ostwald terdiri dari bola dengan nilai batas atas (x)dan (y), yang terkait dengan tabung kapiler B dan bola tempat cuplikan C.  Volume cairan awal dimasukkan ke dalam bola C, kemudian dihisap ke A dan kemudian dilihat waktu alir dari cairan yang berada di antara x dan y. Kemudian perlakukan diulang untuk cairan yang lain. Tekanan yang terjadi selama mengalirnya cairan melalui kapiler B adalah sebanding dengan  hgp, dimana  h  adalah perbedaan tinggi diantara bola tempat mengalirnya cairan. Sebagai nilai awal  dan nilai akhir sama tiap kasus, dimana bergatung pada tekanan dan juga densitas cairan.

Dimana t1 dan t2 adalah waktu alir (Glastone,Samuel,1959).


2.3. Viskositas Intrinsik
Bilamana bahan polimer bercampur dengan suatu pelarut (cairan berbobot molekul rendah) terlebih dahulu akan terjadi peristiwa penggembungan, dengan molekul pelarut yang terdispersi di antara rantai polimer. Bila jumlah pelarut semakin besar, interaksi antar sesama rantai polimer menjadi semakin lemah dan akhirnya lepas sama sekali membentuk larutan polimer. Bobot molekul polimer dapat ditentukan dengan cara pengamatan sifat fisik larutannya, seperti ultrasentrifugasi, metode viskositas, dan teknik Kromatografi Permeasi Gel (GPC).
Salah satu karakteristik dari larutan polimer berbobot molekul tinggi dibandingkan dengan pelarut  murninya adalah kenaikan viskositas larutannya oleh
pertambahan konsentrasi. Karena berat/ukurannya yang besar, molekul polimer dalam larutan akan menurunkan mobilitas dan mempengaruhi sifat aliran campuran yang sebanding dengan jumlah molekul terlarut.  Karena itu, pengamatan perubahan
viskositas ini dapat digunakan untuk menentukan  bobot molekul polimer tersebut (Wirjosentono,B, 1995).

Viskositas intrinsik paling bermafaat dan mudah dipakai karena bisa dihubungkan ke berat molekul oleh persamaan empiris Mark-Houwink,

K dan a adalah tetapan karakteristik polimer-pelarut pada suhu tertentu(Stevens,M.P,2001).
Viskositas dari  suatu larutan kitosan diukur menggunakan viskometer. Viskositas spesifik dihitung dengan cara berikut :

η sp =  viskositas spesifik (detik)
t      =   waktu yang diperlukan untuk mengalirnya larutan sampel (detik)
to    =   waktu yang diperlukan untuk mengalirnya larutan solvent (detik)
Dengan cara ini akan diperoleh viskositas spesifik, yang tidak mempunyai satuan. Viskositas spesifik digunakan nilainya untuk penentuan viskositas intrinsik dan berat molekul. Berat molekul selulosa ditentukan berdasarkan viskositas  intrinsik menurut persamaan Mark-Houwink berikut ini :

[η]  = viskositas intrinsik ( ml/g)
K  =  Konstanta untuk pelarut (ml/g)
a  =  konstanta
M  =  berat molekul
Viskositas intrinsic selulosa dapat ditentukan apabila nilai K dan a untuk pelarut yang digunakan telah diketahui. Persamaan Mark-Houwink dengan harga tetapan yang bersangkutan hanya berlaku untuk polimer rantai lurus. Hubungan viskositas intrinsik dengan bobot molekul untuk polimer cabang dan kopolimer  memerlukan persamaan yang lebih rumit.  Percabangan pada rantai polimer akan menaikkan rapatan segmen dalam gulungan, sehingga rantai ini mempunyai volume-hidrodinamis yang lebih kecil. Akibatnya, mobilitas molekul rantai cabang akan lebih besar (mempunyai viskositas intrinsik lebih kecil) dibanding dengan rantai lurus  berbobot molekul sama (Wirjosentono,B,1995).